Syiiran sebenarnya bukanlah karya Gus Dur, namun pengarangnya telah menyetujui kalau syi’iran itu dilestarikan atas nama Gus Dur. Adalah gus Nizam kerap para santri memanggil sosok kyai yang bernama lengkap KH Moh. Nizam As-Shofa pencipta Syi’ir Tanpo Waton ini. “Syi’ir ini sudah ada sejak 1987.
Pasuruan, NU Online Ratusan umat Islam Syiah melaksanakan tahlil khusus untuk almarhum KH Abdurrahman Wahid di Masjid Astsaqolain Yayasan Pesantren Islam YAPI Kenep, Beji, Bangil, Pasuruan, Jawa Timur, Sabtu. Pengajar Pesantren YAPI, Ustadz Segaf Assegaf menjelaskan, tahlil khusus tersebut untuk menghormati KH Abdurrahman Wahid sebagai tokoh pluralis yang tidak membeda-bedakan kelompok. Dia menyebutkan, meski Gus Dur tidak pernah mendatangi Pesantren YAPi di Bangil, umat islam Syiah merasa telah dibelanya. Ustadz Segaf mengatakan, sewaktu umat Islam Syiah dituduh mempunyai Alquran berbeda dari umat Islam lainnya, Gus Durlah yang melakukan klarifikasi bahwa Al Quran umat Syiah sama dengan Alquran umat Islam lainnya. Ustadz Segaf juga mengungkapkan, pemikiran-pemikiran Gus Dur juga sangat pas dengan pendapat-pendapat Islam Syiah, sedangkan perbedaan-perbedaan selama ini hanya keniscayaan semata. Ia menjelaskan, umat Islam Syiah di Bangil selama ini juga secara rutin melaksanakan, tahlil, khaul, serta peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Kepala YAPI Bangil, Ustadz Abdul Mukmin menjelaskan, Yayasan Pesantrean Islam YAPI Bangil pada awalnya berdiri di kawasan Kancil Mas Bangil sekitar tahun 1974. YAPI Bangil sebelumnya berada di Bondowoso. Namun pada tahun 1985 YAPI Bangil pindah ke Kenep, Beji, untuk santri putranya. Sedangkan santri putrinya masih berada di Kota Bangil. Jumlah santri YAPI sebanyak 315 santri putra, dan 240 santri putri yang datang dari berbagai kota di Indonesia. Sementara YAPI hanya ada di Bangil, tidak membuka cabang di kota lain. Sistem pendidikannya mulai jenjang SMP hingga SMA serta Hauzah khusus agama Islam. ant/mad
Termasukhabib Rizieq dulu di labeli Syiah, Anies Syiah liberal bahkan sesat, Ridwan saidi dulu mendukung IJABI sekarang dibela-bela, bahkan kebalikan nya rocky gerung pidato di Masjid, Haikal hassan sekalipun dulu nya tidak percaya dengan para Habaib. Apa pendapat Anda tentang pendapat istri Gus Dur bahwa jilbab tidak wajib? Kalau ibu Prof Quraish Shihab memberikan kesaksian atas Gus Dur. Bagaimana sosok Gus Dur di mata ahli tafsir Quran tersebut? Dinasihatkan oleh Rasulullah SAW, kita berkumpul di suatu majelis yang oleh agama dinamai majelis dzikir. Tidak kurang dari 200 kali, kata-kata dzikir terulang di dalam Al-Quran. Objeknya bermacam-macam, salah satu di antaranya adalah berdzikir, merenung, mengingat, menyebut-nyebut tokoh-tokoh, lebih lebih yang memiliki jasa di dalam masyarakat. Rasulullah SAW pun memerintahkan kita dengan sabdanya Udzkuru mahasina mautakum.. Renung renungkanlah, ingat-ingatlah, sebut-sebutlah jasa-jasa, kebaikan-kebaikan orang-orang mati kamu. Karena itu kita perlu garis bawahi, acara kita ini, acara haul ini, adalah salah satu dari ajaran penting dalam agama Islam yang ditekankan oleh Al-Quran dan Sunnah. Kalau kita berbicara tentang Gus Dur, tidak mudah membicarakan tokoh ini, karena tidak mudah menemukan kunci kepribadian Almarhum. Bahkan bisa terkesan bahwa ada semacam kontradiksi dari sikap-sikap beliau. Beliau itu serius, tetapi suka bercanda. Dalam hal-hal serius, seringkali kita dengar Gus Dur berucap “Begitu aja kok repot”. Serius dan bercanda bertolak belakang, tetapi tidak harus dipertentangkan. Gus Dur seorang yang sangat rasional, tetapi dalam saat yang sama, beliau percaya supra-rasional, yang terkadang bagi orang-orang yang tidak mengerti, dinamai irasional. Bertolak belakang. Gus Dur almarhum seorang demokrat, senang bermusyawarah, tetapi dalam saat yang sama, bisa terkesan, karena kuatnya kepribadian beliau dan kuatnya cara-cara beliau untuk mempertahankan pendapatnya, terkesan bahwa dia otoriter. Gus Dur–Allahu yarham— seorang yang berpijak di bumi Indonesia, melihat jauh ke depan, tetapi dalam saat yang sama tidak pernah tidak menoleh ke belakang. Gus Dur bukan saja mengumandangkan dan mempraktekkan ungkapan yang dikenal oleh agamawan, dengan al-muhafadzhotu alal qadimis shalih wal akhdzu bil jadidil ashlah, tetapi Gus Dur lebih dari itu. Bukan hanya sekedar “memelihara yang baik dari masa lalu serta mengambil yang lebih baik dari masa kini,” beliau bukan sekadar mengambil tetapi mempersembahkan sesuatu yang orisinil baru dari Gus Dur. Karena, dalam dua tanda petik, pertentangan-pertentangan ini, maka sikap masyarakat terhadap Gus Dur juga berbeda. Ada yang sangat mengagumi Gus Dur, tapi ada juga yang tidak paham tentang Gus Dur itu mempersalahkan Gus Dur. Dalam pandangan agamawan dan ilmuwan, kalau Anda menemukan satu orang yang sikap masyarakat kontradiktif terhadapnya, maka ketahuilah bahwa yang bersangkutan adalah seorang yang genius. Dan karena itu, agama mengingatkan agar yang terlalu senang jangan melampaui batas dalam kesenangannya, dalam cintanya. Dan yang tidak senang jangan melampaui batas dalam kebenciannya. Rasul SAW bersabda, menyangkut Sayyidina Ali Karramallohu Wajhahu, ada yang sangat-sangat mengagungkan beliau, melebihi kedudukan beliau. Dan ada juga yang membenci beliau. Rasul SAW bersabda, ya Aliy, yahliku fika alrajulan. Ada dua kelompok manusia yang binasa menyangkut sikapnya terhadap engkau. Yang pertama terlalu cinta kepadamu, dia binasa karena terlalu cinta melebihi batas, dan yang kedua terlalu benci kepadamu. Kita ingin menempatkan Gus Dur pada tempatnya yang sebaik-baiknya. Kita tidak ingin terjadi kecintaan kita mengantar kita kepada syirik. Tapi dalam saat yang sama kita tidak ingin ketika kita tidak sependapat dengan beliau menuduh beliau dengan tuduhan-tuduhan yang tidak benar. Memang, kata para pakar, bisa jadi… bisa jadi.. Kalau menurut ukuran akal, itu mustahil, tetapi bila kita menggunakan hati, maka itu tidak mustahil. Seorang yang mencapai kedudukan akal yang sehat, tidak mungkin baginya memadukan dua hal yang bertolak belakang. Tetapi seorang yang mencapai puncak akal dan puncak kesucian jiwa, dia dapat mencapai dan menggabung dua hal yang bertolak belakang. Itu sebabnya, sejak dulu ada filosof-filosof yang berkata sebenarnya bisa jadi ada orang yang berjalan di sungai, tapi dalam saat yang sama dia berhenti. Alquran menyatakan Wama romaita idz romaita walakinnalloha roma..” Bukan engkau yang melempar pada saat engkau melempar, tapi Allah yang melempar.” Dua hal yang bertolak belakang. Karena itu ketika kita menemukan dalam ide-ide dalam pemikiran-pemikiran Gus Dur, paham pluralisme sebenarnya itu lahir dari pandangan akal yang digabung dengan pandangan hati yang suci. Itu sebabnya sufi-sufi besar, yang sebahagian mereka disalahpahami pendapat-pendapatnya itu berdendang, ada yang berkata “Sekali engkau melihat saya beribadah kepada Tuhan di masjid, dan di kali lain engkau melihat saya di gereja. Sekali engkau saya puja, dan di kali lain, engkau memuja saya. Sekali aku menyembah kepadamu, dan di kali lain engkau menyembahku.” itu kata Ibnu Al Arabi. Hal yang bertentangan, tetapi sebenarnya bagi yang paham itu tidak harus dipertentangkan. Gus Dur dengan paham pluralismenya ada yang salah paham. Padahal kalau kita merujuk pada Al-Quran, kita merujuk pada Sunnah Nabi saw kita menemukan itu sangat sejalan dengan apa yang diajarkan oleh Nabi. Kalau kita baca surat perjanjian Nabi kepada kelompok Kristen Najran, boleh jadi ada orang yang tidak percaya itu. Saudara tahu, antara lain dikatakan di sana, ”Bahwa umat Islam harus membantu umat Kristen kapan dan di mana pun, sehingga jika mereka membutuhkan dana untuk membangun gereja-gereja mereka, hendaklah dia dibantu bukan sebagai hutang, tetapi sebagai bantuan yang tulus.” Itu perjanjian Nabi. Yang semacam itu yang dipahami oleh Gus Dur. Bagi orang yang tidak paham sejarah, dia katakan, oh ini melanggar. Karena itu sangat wajar jika kita kembali kepada pikiran-pikiran Gus Dur. Sangat wajar apabila kita teruskan pikiran-pikiran beliau, apalagi dewasa ini. Gus Dur berpijak masa kini, tetapi menoleh ke belakang. Sekaligus memandang jauh ke depan. Terkadang pikiran-pikiran beliau melampaui masanya, sehingga nanti setelah beliau pergi, masa berubah, baru orang sadar, oh itu dulu Gus Dur benar ketika itu. Di situlah Gus Dur bagaikan mendendangkan syair yang menyatakan Sayadzkuruni qaumi idza jadda jidduhum wafil lailati dzulma’i yuftaqadul badru Umatku/kaumku akan mengingat-ingat saya pada saat krisis mereka, dan memang purnama dicari-cari waktu gelapnya malam. Allah yarham Gus Dur. Semoga Allah menempatkan beliau di tempat yang sebaik-baiknya ” Wassalaamu ’alaikum warahmatulloh wabarakatuh. Post Scriptum Pidato ini disampaikan oleh Prof. Dr. Quraish Shihab saat 1000 Hari Wafatnya Gus Dur tahun 2012 di Ciganjur. Dalamsalah satu wawancara dengan Jaya Suprana, KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menyebutkan sebuah syair indah. Tak hanya dalam wawancara itu, di kesempatan lain pun Gus Dur sering mengutip syair ini. Termasuk diantaranya ngobrol santai KH. Maman Imanulhaq bersama Gus Dur yang terekam dalam salah satu CD berjudul ”Tawa dan Canda Gus Dur”. Nasional radartegal Minggu, 6 Maret 2022 - 1905 Gus Dur dituding jadi penganut syiah yang merusak NU. Hal ini seperti diucapkan seorang kyai NU, Muhammad Ishaq Lasem. Dia meyakini bahwa organisasi keagamaan seperti Nahdlatul Ulama NU sudah rusak sejak zaman KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur yang menjadi presiden RI ke-4. Pak le saya Kyai Hamid, menuduh Gus Dur Syiah! Loh betul itu saya saksinya, ucap Kyai Muhammad Ishaq. Hal tersebut disampaikannya dalam sebuah video yang diunggah kanal YouTube NU Garis Lurus, dengan judul Rusaknya NU Sudah Sejak Zaman Gus Dur, dikutip pada Minggu 6/3. Saya di NU 20 tahun di Cabang NU Lasem, tahun 1884 sampai 2004. Saya cucu Mbah Dowi, saya salut sama Kyai Luthfi, detail sekali, kata Kyai Muhammad Ishaq lasem. Kyai Muhammad Ishaq diketahui sudah lama menjadi pengasuh dari salah satu Pondok Pesantren Lasem yang merupakan bagian dari NU. Dalam ceritanya, Gus Dur telah dituding menjadi "biang keladi" dari rusaknya NU. Setelahnya Kiyai Muhammad Ishaq mulai menceritakan sedikit tentang sejarah singkat NU. Ia bercerita bahwa sebenarnya NU sudah mengalami kerusakan sejak era Gus Dur. Hal itu sempat disampaikan oleh pamannya. Saya engga menanggapi itu, saya cerita sedikit tentang NU, ujar Muhammad Ishaq lasem melanjutkan. Pada saat itu, disebutkan bahwa pamannya yang bernama Kyai Hamid telah membuat tudingan kalau Gus Dur sebenarnya beraliran syiah. Jadi begini, NU itu rusak tidak oleh Said Aqil, mulainya Gus Dur! Ya orang menganggap wali, kalau Lasem menganggapnya itu sesat ya! paparnya. Lebih lanjut, ia mengatakan karena Gus Dur tidak terima maka ia sempat menuntut hal tersebut hingga masuk ke media cetak. Dan waktu itu Gus Dur mau nuntut, di koran-koran itu tahun 89-90 itu, ucap Muhammad Ishaq Lasem. Jadi Said Aqil ini kadernya Gus Dur!, jadi rusaknya NU itu dari Gus Dur!, ucapnya menambahkan dikutip dari ima/rtc

TentangSantri; Profil Aswaja Center “Ini semua gara-gara Nabi Adam, ya Gus!” Gus Dur : “Loh, kok tiba-tiba menyalahkan Nabi Adam, kenapa Kang.” Buku 209 Kabar Santri 25 Pesantren Indonesia 291 Kajian Khusus 17 Syubhat HTI 14 Syubhat Syiah 4 Syubhat Umum 234 Syubhat Wahabi 34 Wahabi 'Rasa Aswaja' 850 Manajemen Qalbu 224 Doa dan

Almarhum Gus Dur yang sebagai ulama besar sekaligus Ketua Umum NU semasa hidupnya pernah mengatakan bahwa NU adalah golongan Syi’ah yang minus imamah Menurut Sumber Majalah Berita Mingguan GATRA Edisi 25 November 1995 bahwa Kiai Bashori mengatakan pernah mendengar pidato Gus Dur di Bangil, Jawa Timur, menyebut Ayatullah Khomeini sebagai waliyullah atau wali terbesar abad ini. Padahal, menurut pendapat ahlusunah waljamaah, jelas bahwa Syiah itu menyimpang dari Islam. Maka Kiai Bashori bertanya, “Bagaimana sih sebenarnya akidah sampeyan tentang Syiah ini?” . Menurut Effendy Choiri, yang dikenal sebagai pendukung Gus Dur, jawaban Gus Dur sebagai berikut dari segi akidah, memang beda antara Syiah dan Sunni. Saya melihat Khomeini itu waliyullah bukan dalam konteks akidah, melainkan dalam konteks sosial. Khomeini adalah satu-satunya tokoh Islam yang berhasil menegakkan keadilan, memberantas kezaliman, dan lain-lain. Jadi soal akidah kita tetap beda dengan Syiah. Dan baru-baru ini Ketua Umum NU Said Aqil Siroj juga mengakui bahwa NU banyak kemiripan dan sampai membela mati-matian Syi’ah di Indonesia Syiah sangat menghormati GusDur, namun wahabi semacam Ustadz Abu Bakar Ba’asyir malah menuduh Gus Dur telah murtad, menurut Ba’asyir “Jadi, mengenai mister Dur, menurut keyakinan saya Mr Dur ini murtad ”. Pernyataan itu terlontar, saat ustad Abu Bakar Ba’asyir, berkali-kali di tanya oleh jemaah pengajian mengenai pengikut Gus Dur yang begitu mengkultuskannya. Dan ia pun menolak memanggil Abdurrahman Wahid dengan “Gus” karena baginya sebutan itu Maaf, saya tidak memanggil Gus, karena panggilan Gus itu hanya digunakan untuk anak kyai mulia di Jawa Timur”, kata ustad Abu. Ustad Abu mengatakan, Ba’asyir berani mempertanggung jawabkan pernyataannya ini, ia pun menantang tokoh-tokoh NU untuk berdiskusi, bahkan ia pun berani bermubahalah Menurut Ba’asyir, Gus Dur itu Murtad Maktabah Alawiyyin Syiah Imamiyah 12 Indonesia, tahun 1379 H Dari kiri Ali Baqir al-Musawi, Doktor Muhammad Sa’id Thayyib, Sayyid Hasyim as-Salmân, almarhûm Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki, Doktor Sâmi dan Amin al-Aththâs. Habib Ali Al Habsyi Kwitang, habib Ali Al Atthas Bungur, dan Syeikh Mudzaffar Ulama Syiah berdo’a bersama Habib Ali Al Habsyi Kwitang, habib Ali Al Atthas Bungur, Ulama Syiah Syeikh Mudzaffar, Habib Salim Bin Jindan Ulama Syiah Syeikh Mudzaffar bersama Habib Salim Bin Jindan Perselisihan antara Sunni Ahlus Sunnah dan Syi’i Syiah di Bangil Pasuruan sesungguhnya telah berlangsung lama. Insiden bentrok di pesantren YAPI Yayasan Pesantren Islam Bangil beberapa waktu lalu, 15 Februari 2011, adalah akumulasi dari perselisihan yang telah mengakar sejak awal tahun sembilan puluhan. Bermula dari ditemukannya surat rahasia Habib Hussein al-Habsyi –-pendiri YAPI-– yang ditujukan kepada seseorang di Iran pada tahun 1993. Pihak YAPI tentunya kaget dengan terpublikasinya surat kepada seorang Syi’ah Iran itu. Sebab, surat itu berisi pernyataan Habib Hussein al-Habsyi, bahwa ia membuat kedok menyembunyikan ke-Syi’ah-annya sebagai setrategi dakwah. Padahal sebelumnya ia dikenal sebagai ulama’ Sunni yang masyhur di kota Bangil. Inilah sebagian isi terjemahan surat yang ditulis berbahasa Arab tersebut “Saya ucapkan terima kasih kepada tuan atas usulan yang benar terhadap saya dan sudah lama menjadi pemikiran saya. Yaitu sejak kemenangan Imam atas Syi’ah. Walaupun saya tangguhkan hal itu, namun saya tidak ragu sedikitpun tentang kebenaran Ahlul Bait dan bukan karena takut kepada orang-orang atau jika saya tinggalkan taqiyah maka bukan supaya dipuji orang-orang. Sama sekali tidak! Akan tetapi saya sekarang mempertimbangkan situasi disekitar saya. Fanatisme Sunni secara umum masih kuat. Untuk mendekatkan mereka kaum Sunni, saya ingin nampak dengan membuka kedok, kemudian membela serangan ulama mereka yang Nawasib anti Syi’ah mereka akan mengatakan Syi’i membela Syi’ah. Saya telah berhasil merangkul sejumlah ulama mereka yang lumayan banyaknya, sehingga mereka memahami jutaan madzhab Ahlul Bait atas lainnya. Saya anggap ini sebagai kemajuan dalam langkah-langkah perjuangan kita”. Majalah AULA – majalah milik Nahdlatul Ulama– pada edisi November 1993 pernah menurunkan berita tentang Syi’ah Bangil dan memuat terjemahan surat itu. Surat ini juga sempat menjadi berita heboh di Pasuruan. Sebab selama ini, Habib Hussein al-Habsyi dikenal masyarakat Pasuruan yang mayoritas Sunni sebagai ulama dari kalangan habaib yang mumpuni. Sebelum itu, pengajiannya di Masjid Agung Bangil dipenuhi jama’ah yang menganut Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Terungkapnya surat rahasia tersebut membuat masyarakat Bangil berbelok arah. Banyak para asatidz dan santri kemudian keluar dari pesantren YAPI. Sejak itu konflik dalam skala kecil sering terjadi di kota Bangil dan sekitarnya. Hingga pada tahun 2007 masyarakat Bangil dan sekitarnya melakukan demo besar setelah shalat Jum’at untuk menolak paham Syi’ah. Menurut pengakuan seorang warga Bangil, penganut Syi’ah bahkan sudah tidak segan lagi melakukan aktifitas dan pengajian dengan isi doktrin Syi’ah. Masyarakat Sunni Bangil tentu tidak asal menolak. Beberapa ulama sebenarnya telah mengingatkan mengenai keberadaan paham Syi’ah di propinsi yang mayoritas berbasis Nahdliyyin ini. Di harian Surabaya Post, 27 April 1985, yang sebagaian isinya dimuat lagi oleh majalah AULA tahun 1996, KH. As’ad Syamsul Arifin almarhum cukup lugas mengomentari dakwah Syi’ah Syiah dan NU mirip . Almarhum Gus Dur[1] dulu pernah mengatakan Nahdlatul Ulama NU itu Syiah minus Imamah, Syiah itu NU plus Imamah. Bukan tanpa alasan statemen itu dilontarkan, memang NU dan Syiah secara budaya memiliki banyak kesamaan . Di Indonesia pendakwah ajaran Islam tak dapat dipastikan apakah Sunni atau Syiah yang datang terlebih dahulu, sebagaimana madzhab leluhur para habib di Hadramaut yang masih diperdebatkan apakah Sunni, Syiah atau bahkan membuat madzhab sendiri. Karena itulah budaya, simbol-simbol Syiah melekat kuat dengan budaya Sunni di Indonesia. Kecintaan akan keluarga Nabi saw melekat dengan erat, di antaranya; pujian, tawasulan pada para imam Syiah termaktub dalam syair-syair, tarian, dll; hikayat dan cerita kepahlawanan keluarga Nabi saw; tradisi-tradisi yang mirip dengan budaya Syiah, seperti tabot, tahlil arwah hari ke-n, rabo wekasan, primbon, larangan berhajat di bulan suro; istilah-istilah keagamaan, dsb seperti syuro, kenduri, bahkan penamaan hal-hal berbau maaf seks pun dengan nama keluarga nabi, seperti tongkat Ali atau rumput Fatimah padahal kalau menyesuaikan nama aslinya seharusnya terjemahnya adalah tangan Maryam. [2] . NU sebagai salah satu mainstream Sunni di Indonesia menghormati, mengagungkan dan mentaati keturunan Nabi saw, demikian halnya dengan Syiah, bahkan jika mereka berbuat salah pun mereka tetap menaati dan tunduk karena takut kualat, dan sebagainya. Ingat skandal habib pemimpin majelis terbesar kedua di Jakarta?. NU mengenang dan membacakan manaqib para leluhur guru, kyai-kyai mereka dan mengadakan haul kewafatan mereka. Begitu juga dengan Syiah. Dalam mengatasi ayat-ayat mutasyabihat berkenaan dengan Tuhan, kedua golongan ini sama-sama menakwilkan sesuai dengan posisi Tuhan, bukan memakai arti lahiriah ayat tersebut . Jika dalam NU ada saudara mereka yang meninggal, mereka mendoakannya dalam acara tersendiri, tahlilan. Begitu juga dengan Syiah. NU mengajarkan kebolehan tawasul dengan orang-orang suci’ mereka, begitu pula dengan Syiah. NU menganggap orang-orang suci mereka tetap hidup meski sudah meninggal dan menziarahi kuburan mereka untuk bertawasul dan bertabarruk. NU mengenal tabaruk dengan benda-benda peninggalan atau pemberian orang suci’ sama halnya dengan Syiah. Poin-poin terakhir di atas itulah yang membuat golongan muslim kecil imporan naik darah lantas mengkafir-musyrikan dan siap-siap menghunuskan pisau untuk mengalirkan darah penganut NU dan Syiah untuk taqarub kepada Allah. . Dua golongan ini, NU dan Syiah memang memiliki banyak kesamaan. Kedua-keduanya sudah dicap sesat dan kafir oleh kelompok Islam kecil lainnya. Tak jarang untuk mengadu domba dan mempertajam perseteruan kedua kelompok ini dan, Syiah dan Sunni, ada oknum yang mengaburkan, mengganti bahkan menghilangkan redaksi-redaksi dalam kitab-kitab rujukan Sunni-Syiah[3]. Masalah yang seringkali dibentrokkan dengan golongan Sunni adalah imamah Ali dan 11 keturunannya, tahrif al-Quran, doktrin keadilan sahabat nabi, nikah mut’ah, taqiyah, dll. . Keimamahan ahli bayt merupakan salah satu rukun dalam Syiah. Namun bukan berarti orang yang tidak meyakini dan mengikutinya kafir. Begitulah yang dikatakan para imam Syiah. Imam Abu Ja’far, Muhammad Al-Baqir as, berkata, seperti tercantum dalam Shahih Hamran bin A’yan “Agama Islam dinilai dari segala yang tampak dari perbuatan dan ucapan. Yakni yang dianut oleh kelompok-kelompok kaum Muslim dari semua firqah aliran. Atas dasar itu terjamin nyawa mereka, dan atas dasar itu berlangsung pengalihan harta warisan. Dengan itu pula dilangsungkan hubungan pernikahan. Demikian pula pelaksanaan shalat, zakat, puasa, dan haji. Dengan semua itu mereka keluar dari kekufuran dan dimasukkan ke dalam keimanan.” . Mengenai tahrif al-Quran, umat Islam sepakat bahwa hal ini merupakan masalah besar. Siapapun yang meyakini bahwa al-Quran telah berubah, baik kurang atau ditambah, maka dihukumi kafir. Sayangnya, pengeritik dan pencela Syiah tidak melihat langsung kondisi sebenarnya di Iran, melihat langsung al-Quran-quran yang tersebar seantero Iran yang sama dengan yang dibawa umat Islam lainnya. Masih ingat dengan “Mukjizat Abad 20 Doktor Cilik Hafal dan Paham Al-Quran” yang best seller di Indonesia, Masih sama kan dengan al-Quran yang dibaca dan dihafal kelompok Sunni?. Adapun riwayat-riwayat hadits, sahabat atau ulama yang mengatakan adanya tahrif al-Quran sebenarnya juga bertebaran tak hanya di kitab-kitab Syiah saja tapi juga ada di kitab-kitab Sunni. Itupun ada yang belum dipastikan sahih riwayatnya atau tidak dan juga tidak menjustifikasi si empunya kitab sebagai penganut tahrif, bahkan mungkin ia menolak mentah-mentah.[4] . Jika ada oknum di suatu golongan yang meyakini tahrif, maka itu tidak menegaskan semua golongan itu meyakini tahrif. Baik Sunni maupun Syiah mempunyai oknum yang meyakini adanya tahrif tersebut. Kalau dalam Syiah penganut tahrif al-Quran disebut kelompok Akhbari sedangkan mayoritas syi’ah adalah ushuli yang anti tahrif. Adapun pendukung tahrif di Sunni, pernahkan anda membaca cerita Ibnu Syanbudz dan pengikutnya, ulama besar Sunni ahli al-Quran? [5] . Adapun masalah sahabat, yang perlu dipertanyakan adalah apakah meyakini semua sahabat Nabi saw itu udul adalah bagian dari iman atau tidak. Jika iya, dan mereka yang mencela, mengkritik dan melaknat sahabat adalah kafir. Maka bagaimana dengan para sahabat itu sendiri yang saling mencela melaknat bahkan membunuh sahabat lainnya. Apa mereka kafir? Jika anda mempelajari sejarah Islam maka akan anda temukan banyak riwayat valid seperti itu di hampir semua kitab-kitab sejarah umat Islam, baik Sunni maupun Syiah. Jika menunjukkan dan mengungkapkan kejelekan dan keburukan sahabat merupakan dosa besar, maka hampir semua pengarang kitab hadits dan sejarah termasuk orang yang berdosa besar. Maka tak heran jika ada ulama besar hadits yang menganjurkan untuk menutupi hal-hal tersebut untuk menjaga doktrin sahabat itu wajib adil.[6] . Dengan dasar konsep semua sahabat udul itu pula semua peristiwa hitam dan kelam perseteruan sahabat ditafsirkan dan dijelaskan. Terkadang kejelekan yang dilakukan oleh para sahabat ditutupi secara halus. Jika ada riwayat yang menyebutkan nama sahabat yang berbuat buruk, maka diganti dengan fulan, si a, dll. Jika ada perbuatan atau perkataan buruk sahabat maka ditulis kadza, sesuatu, dll. . Fitnah buruk lain yang disematkan pada Syiah adalah Syiah mengkafirkan semua sahabat, kecuali 3 orang. Jika Syiah mengkafirkan semua sahabat, lantas siapa yang membantu Ali dalam perang melawan Aisyah, Thalhah, Zubair, madzhab Khawarij, dan Muawiyah. Mau dikemanakan para sahabat nabi yang mati demi membela Islam dan keluarga Nabi saw? Bagi Syiah sahabat Nabi saw ada yang baik dan ada juga yang buruk. Mereka yang buruk tidak perlu diikuti. Syiah tidak sekedar menuduh jelek seorang sahabat tapi mempunyai bukti valid atas keburukan sahabat tersebut. . Syiah pembohong, pendusta karena Syiah menganut doktrin taqiyah. Begitulah yang sering dilontarkan oleh pembenci Syiah. Demikian lekatnya doktrin taqiyah pada golongan Syiah dan tuduhan jeleknya sampai-sampai ada guyonan tentang taqiyah golongan Syiah di dunia maya.[7] . Tapi, bagaimana kalau anda ditempatkan pada posisi Syiah. Anda akan dibunuh jika mengungkapkan keyakinan anda yang sebenarnya, apa yang akan anda lakukan? Begitulah awal mula taqiyah sebenarnya. Begitulah tindakan Ammar bin Yasir menghadapi siksaan kaum Quraisy. Begitulah tindakan penganut Syiah selama kurang lebih seabad di masa kerajaan Umayyah. Mereka dibatasi gerakannya, diburu, dan dibunuh bila ketahuan mengikuti jejak Ahli Bait. Bahkan Hasan al-Basri pun dalam meriwayatkan hadis dari Ali as, tidak menyebutkan namanya dalam periwayatan karena kondisi waktu itu yang tidak memungkinkan. Jika demikian apa anda setuju taqiyah? . Anda menyamakan mut’ah dengan zina, maka anda salah besar. Ibnu Abbas sampai buta mata dan wafat pun tidak pernah melarang mut’ah atau mencabut pendapatnya tersebut. Karena itulah murid-murid Ibnu Abbas meneruskan pendapatnya. Di antara mereka adalah Ibnu Juraij, Said bin Jubair, Atha’, Mujahid, bahkan ada pula riwayat yang menyebutkan bahwa Imam Malik membolehkan nikah Mut’ah. Jika Syiah meyakini mut’ah masih diperbolehkan, apakah anda akan memprotes? Toh, menurut Syiah mut’ah tetap diperbolehkan Nabi saw dan yang melarang adalah Umar di masa kekhalifahannya dan riwayat tersebut ada di kitab-kitab golongan Sunni dan Syiah.[8] . Semua poin-poin di atas, baik tuduhan Sunni atau bantahan Syiah terus saja diulang-ulang sepanjang sejarah Islam, namun semuanya hanya sekedar tulisan tanpa ada upaya untuk menjaga kedamaian ukhuwah islamiyah seakan-akan ada pihak-pihak luar dan dalam yang sengaja menjaga kestabilan perpecahan umat muslim. Akhirnya semua itu berpulang ke dalam diri anda. seorang hakim harus mendengarkan dua pihak yang bersengketa baru memutuskan masalahnya, bukan langsung justifikasi tanpa bertabayun terlebih dahulu. Bukan sekedar cukup menjadi juru dakwah, pemimpin majelis dengan jutaan pengikut, atau tukang khutbah mingguan untuk dapat menjustifikasi sekelompok orang menjadi sesat, kafir dan musyrik, diperlukan sikap yang arif, objektif, ilmiah dan berlaku adil dalam menanggapi saudara sesama muslim yang berbeda pandangan dengan kita. . “Tidaklah seseorang melemparkan tuduhan kepada yang lain dengan kefasikan, dan tidak pula melemparkan tuduhan kepada yang lain dengan kekafiran, melainkan hal itu akan kembali kepadanya apabila yang dituduh ternyata tidak demikian”. Wa Allah a’laam. Salam damai, . [1] Dibanding dengan kakeknya, Gus Dur begitu dekat dengan golongan Syiah. Ketika terjadi revolusi Iran, Gus Dur mengatakan “Khumayni waliyullah terbesar abad ini” yang menimbulkan kontroversi di kalangan NU, bahkan dalam sebuah diskusi Gus Dur juga mempersilakan warga NU untuk masuk ke madzhab Syi’ah. Sedang Hasyim Asy’ari menyindir’ Syiah dalam Muqadimah Qanun Asasi Nahdlatul Ulama menyebutkan “Sampaikan secara terang-terangan apa yang diperintahkan Allah kepadamu, agar bid’ah-bid’ah terberantas dari semua orang. Rasulullah SAW bersabda “Apabila fitnah-fitnah dan bid’ah-bid’ah muncul dan sahabat-sahabatku di caci maki, maka hendaklah orang-orang alim menampilkan ilmunya. Barang siapa tidak berbuat begitu, maka dia akan terkena laknat Allah, laknat malaikat dan semua orang.” Bahkan beliau juga melarang santri-santrinya membaca kitab-kitab Syiah, seperti Naylul Authar, Subulus Salam. Perbedaan pandangan tersebut merupakan sesuatu yang galib dalam dunia keilmuan. Imam Ja’far al-Sadiq as mempunyai murid Imam Hanafi yang membuat madzhab sendiri, Imam Malik juga mempunyai murid Imam Syafii, yang mempunyai pendapat berbeda dengan gurunya, bahkan konon gara-gara perbedaan dengan gurunya tersebut Imam Syafi’i meninggal dipukul oleh pengikut Maliki. Said Aqil Siradj yang lulusan pendidikan Saudi pun menjadi pembela Syiah, padahal Saudi secara politik dan budaya menganut faham Wahabi yang jelas-jelas menolak bahkan mengkafirkan Syiah. Pendapat KH. Ahmad Dahlan juga berbeda dengan pendapat majelis tarjih Muhammadiyah sesudahnya, beliau memakai qunut subuh, tarawih 20 rakaat, mengucap usholi dalam niat shalat, dll . [2] Bahwa upacara peringatan orang mati/tahlil pada hari ke-3, ke-7, ke-40, ke-100, dan ke-1000, termasuk khaul, adalah tradisi khas yang jelas-jelas terpengaruh faham Syiah. Dalam tahlil dimulai dengan bacaan al-Fatihah kepada Nabi saw dan roh-roh si mati. Amalan ini menjadi tradisi penganut Syiah dari zaman ke zaman. Dalam tahlil juga dibacakan ayat 33 dari surah al-Ahzab yang diyakini oleh golongan Syiah sebagai bukti keturunan Ali dan Fatimah adalah maksum. Demikian juga dengan perayaan 1 dan 10 Syuro dengan penanda bubur Syuro, tradisi Rebo Wekasan atau Arba’a Akhir di bulan Safar, tradisi Nisfu Sya’ban, larangan berhajat pada bulan Syuro, pembacaan kasidah-kasidah yang memuji Nabi Muhammad Saw dan ahl al-bait, dan wirid-wirid yang diamalkan menunjukkan keterkaitan tersebut. Bahkan istilah kenduri pun, jelas menunjuk kepada pengaruh Syiah karena dipungut dari bahasa Persia Kanduri, yakni upacara makan-makan di Persia untuk memperingati Fatimah Az-Zahro’ . [3] Di antara kitab yang terbukti ditahrif adalah Nahj al-Balaghah yang diterbitkan oleh Muhammad Abduh Mesir, kitab-kitab al-Khumayni, seperti Hukumah Islam, Kasyful Asrar yang diterjemahkan menyimpang dari bahasa Persia ke Inggris/Arab. Pemalsuan kitab Kasyful Asrar dibongkar oleh Dr. Ibrahim Dasuki Syata, pengajar bahasa dan sastra dari Universitas Kairo. Pemalsuan kitab Hukumah Islam diduga dilakukan penerbit buku milik CIA ke dalam bahasa Inggris . [4] Riwayat-riwayat tahrif al-Quran, baik dari kalangan sahabat maupun ulama besar, beredar di kitab-kitab Sunni dan Syiah. Di antara yang berpendapat al-Quran berubah adalah Imam Malik, beliau berkata tentang sebab gugurnya basmalah pada pembukaan surah Barâ’ah, “Sesungguhnya ketika bagian awalnya gugur/hilang maka gugur pulalah basmalahnya. Dan telah tetap bahwa ia sebenarnya menandingi surah al-Baqarah dalam panjangnya” . [5] Ibn Anbari dan al-Qurthubi menutupi identitas tokoh ini dalam kitabnya. Namun al-Khatib al-Baghdadi dan Abu Syamah menyebut jelas tokoh besar Sunni ini. Nama lengkapnya Abu al Hasan Muhammad ibn Ahmad ibn Ayyub al Muqri’/pakar qira’at, yang dikenal dengan nama Ibnu Syanbûdz/Syannabûdz al-Baghdâdi H. Ia banyak belajar dan menimba ilmu qira’at dari banyak pakar di berbagai kota besar Islam. Ia telah berkeliling ke hampir seluruh penjuru negeri Islam untuk menimba ilmu dari para masyâikh, dan ahli qira’at. . Ia sezaman dan satu thabaqah dengan Ibnu Mujahid yang membatasi qira’at hanya pada 7 qira’at saja, tetapi ia lebih luas ilmu dan pengetahuannya, khususnya tentang qira’at dan sumber-sumbernya, dan ia lebih banyak guru dan masyâikhnya, hanya saja Ibnu Majahid lebih berkedudukan di sisi penguasa saat itu. Banyak kalangan ulama qira’at belajar darinya. Abu Amr ad Dâni dan lainnya mengandalkan sanad qira’at melalui jalurnya. Ibnu Syannabûdz adalah tsiqah/terpercaya, seorang yang shaleh, konsisten dalam menjalankan agama dan pakar dalam disiplin ilmu qira’at. Ia meremehkan Ibnu Mujahid yang tidak pernah melancong ke berbagai negeri untuk menimba ilmu qira’at. Apabila ada seorang murid datang untuk belajar darinya, ia menanyainya terlebih dahulu, apakah ia pernah belajar dari Ibnu Mujahid? . Jika pernah maka ia tidak akan mau mengajarinya. Ibnu Mujahid menyimpan dendam kepadanya, dan menfitnahnya kepada al wazîr/penguasa saat itu yang bernama Ibnu Muqlah. Ibnu Syannabûdz diadili pengguasa di hadapan para ulama dan ahli fikih, di antaranya Ibnu Mujahid atas qira’atnya yang dinilai menyimpang, setelah terjadi perdebatan seru dengan mereka. Ibnu Muqlah memintanya untuk menghentikan kebiasaannya membaca qira’at yang syâdzdzah, tetapi ia bersikeras mempertahankannya, dan berbicara keras kepadanya dan kepada Ibnu Mujahid serta al Qadhi yang dikatakannya sebagai kurang luas pengetahuan mereka berdua, sehingga Ibnu Muqlah menderanya dengan beberapa cambukan di punggungnya yang memaksanya mengakui kesalahannya dan bersedia menghentikan bacaan syâdzdzah-nya. . Ketika Ibnu Muqlah menderanya, Ibnu Syannabûdz mendoakannya agar Allah memotong tangannya dan mencerai-beraikan urusannya. Tidak lama kemudian, setelah tiga tahun, tepatnya pada pertengahan bulan Syawal tahun 326 H, doa itu diperkenankan Allah dan Ibnu Muqlah pun dipotong tangannya oleh atasannya dan dipenjarakan serta dipersulit kehidupannya. Ia hidup terhina dan mati dalam sel tahanan pada tahun 328 H, tahun yang sama dengan tahun wafatnya Ibnu Syannabûdz. Sebagaimana Ibnu Mujahid juga mati setahun setelah mengadili Ibnu Syannabûdz . [6] Al-Dzahabi berkata, “Omongan sesama teman jika terbukti dilontarkan dengan dorongan hawa nafsu atau fanatisme maka ia tidak perlu dihiraukan. Ia harus ditutup dan tidak diriwayatkan, sebagaimana telah ditetapkan bahwa harus menutup-nutupi persengketaan yang terjadi antara para sahabat ra. Dan kita senantiasa melewati hal itu dalam kitab-kitab induk dan juz-juz akan tetapi kebanyakan darinya adalah terputus sanadnya dan dha’if dan sebagian lainnya palsu. Dan ia yang ada di tangan kita dan di tangan para ulama kita. Semua itu harus dilipat dan disembunyikan bahkan harus dimusnahkan. Dan harus diramaikan kecintaan kepada para sahabat dan mendo’akan agar mereka diridhai Allah, dan merahasiakan hal itu bukti-bukti persengketaan mereka itu dari kaum awam dan individu ulama adalah sebuah kawajiban. Dan mungkin diizinkan bagi sebagian orang ulama yang obyektif dan jauh dari hawa nafsu untuk mempelajarinya secara rahasia dengan syarat ia memintakan ampunan bagi mereka para sahabat seperti diajarkan Allah . [7] Kisah Laporan “Spy” Wahabi Tentang Iran. Pada suatu hari, agen wahabi mengutus seorang untuk “spy” semua gerak-geri orang syiah, terutama di Iran, maka diutuslah seorang agen A untuk memulai misi ke Iran. Setelah tiga bulan lamanya sang agen kembali untuk melaporkan hasil mata-matanya. . [8] Quraisy Shihab memandang bahwa 1. Para ulama berbeda pendapat mengenai apakah benar Nabi saw pernah mengharamkan nikah mut’ah itu; 2. Larangan Umar bin Khattab terhadap nikah mut’ah bukan pengharaman suatu syariat, tetapi demi menjaga kemaslahatan umat kala itu. 3. Pendapat yang kompromistis ialah pendapat Syekh Muhammad Thahir bin Asyur, mufti Tunisia yang mengatakan bahwa Nabi SAW dua kali mengizinkan nikah mut’ah dan dua kali melarangnya. Larangan ini bukan pembatalan, tetapi penyesuaian dengan kondisi, kebutuhan yang mendesak atau darurat. Maka nikah mut’ah itu hanya diperbolehkan dalam keadaan darurat, seperti bepergian jauh atau perang dan tidak membawa istri. Kairo . KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur pernah menimba ilmu di Universitas Al-Azhar pada tahun 1964-1966. Banyak kesan dan cerita menarik tentang Gus Dur selama di Mesir ini sehingga sampai sekarang ia menjadi icon kebanggaan bagi mahasiswa Indonesia yang sedang menimba ilmu di Al-Azhar khususnya, warga NU Nahdliyyin. “Ketokohan Gus Dur dan pada masa lalunya di Azhar mampu menjadi sumber inspirasi mahasiswa,” kata M. Jauharul Afif, anggota LDNU Mesir saat memberikan keterangan seusai acara peringatan 40 hari atas meninggalnya Gus Dur di Sekretariat PCINU Mesir, Selasa 9/2 malam. Selama belajar di Al-Azhar tersebut, Gus Dur tinggal di asrama Bu’uts. Gus Dur sekalipun hanya dua tahun berada di Mesir, namun bagi banyak orang, ia adalah seorang yang berani mempraktikkan semboyan bahwa mencari ilmu tidak cukup di bangku kuliah saja. Hal ini terbukti bahwa selama Gus Dur belajar di Mesir banyak menghabiskan waktuya di perpustakaan untuk membaca buku dan mendalami segala disiplin ilmu. Hal ini juga pernah diutarakan oleh Ir H Iqbal Sullam, Wasekjen PBNU pada sambutannya setahun yang lalu ketika beliau melakukan kunjungan ke Mesir. Peringatan 40 hari Gus Dur itu diisi dengan pembacaan surah Yasin dan Tahlil yang dalam hal ini dipimpin oleh Itho’ Athoillah, mahasiswa Al-Azhar asal Tebuireng Jombang dan do’a dipimpin oleh H Subhan Malik, mahasiswa asal Tambak Beras Jombang. Selain acara tersebut, juga dilaksanakan shalat ghaib atas meninggalnya KH Ahamad Hafidz Ahmad, pengasuh Pondok Pesantren Denanyar, putra dari KH Ahmad Bisri yang juga masih sepupu Gus Dur. Selain PCINU Mesir, Ikatan Alumni Tebuireng yang berada di Mesir pada malam sebelumnya juga melaksanakan kegiatan yang sama bertempat di sekretariat Tebuireng Center TC dan mengundang seluruh anggota alumni almamater pesantren berbasis NU yang berada di Mesir. Sebagian sikap dan pemikiran Gus Dur mendapat apresiasi dari beberapa ulama Syiah Indonesia. “Gus Dur selalu menganjurkan kebaikan kepada kelompok minoritas, termasuk kita yang berpegang pada madzhab Ahlul Bait, Syiah. Kita merasa dibela Gus Dur dari beberapa kelompok yang akan membubarkan Syiah. Gus Dur juga selalu mengatakan bahwa Syiah itu adalah NU plus imamah dan NU itu adalah Syiah minus imamah. Bahkan beliau orang yang pertama di Indonesia yang bukan Syiah yang menggelar peringatan Asyura di Ciganjur,” kata salah seorang ulama Syiah Indonesia, Hasan Dalil . Namun satu hal yang menarik dari Gus Dur, kata Hasan Dalil, tidak pernah marah dan tersinggung jika dikritik. Hasan Dalil pun punya kesan pribadi dengan Gus Dur. “Kita ulama Syiah datang pada beliau. Saya sebutkan pada beliau di kalangan atas elit dan intelektual, sudah memahami madzhab Ahlul Bait dan menghormati Ayatullah Imam Khomaini. Namun di kalangan sebagian NU di bawah ada yang masih berlaku keras pada kelompok Syiah. Saya contohkan peristiwa di Bangil. Ternyata Gus Dur langsung menelpon ulama NU Bangil dan memerintahkan untuk menjaga kelompok syiah dan mencegah segala bentuk kekerasan. Ini luar biasa,” kata Hasan Dalil
BeliShalawat Gus Dur ? Syi’ir tanpa waton - H.Mahrus Ali di Buku Beta. Download Tokopedia App. Tentang Tokopedia Mitra Tokopedia Mulai Berjualan Promo Tokopedia Care. Kategori. Masuk Daftar. rtx 2060 rtx 3060 iphone 13 pro sepatu pria iphone 6s samsung a52. Home; Buku; Sosial Politik; Buku Biografi; Shalawat Gus Dur ? Syi’ir tanpa
Ulama ensiklopedis, demikian cendekiawan muda NU Zuhairi Misrawi menyebut KH Jalaluddin Rakhmat, itu telah pulang ke Rahmatullah, Senin, 15 Februari lalu. Terus terang, saya sangat kaget. Tak dengar kabar sakitnya. Begitu tiba-tiba, Covid-19 telah merenggutnya, menyusul istri tercinta yang wafat empat hari sebelumnya. Inna lillahi wa inna ilaihi roji’ akhir Desember lalu, saya dan Haddad Alwi, sebenarnya sudah merencanakan sowan ke Bandung. Tak lain, ingin mendiskusikan banyak hal, tentang ukhuwah Islamiyyah, tentang persaudaraan kebangsaan, dan lain-lain. Tapi belum terlaksana, Kang Jalal, begitu Jalaluddin Rakhmat kerap disapa, sudah kembali ke kita semua kehilangan. Bagi saya pribadi, Kang Jalal sudah tak asing lagi. Namanya sudah saya kenal sejak awal 1990-an. Di antara karyanya, seperti Islam Alternatif 1986, Islam Aktual 1991, Renungan Sufistik 1991, juga Retorika Modern 1992, menjadi bacaan “wajib” yang sampai saat ini masih suka saya telaah 1993, bersama kawan-kawan gerakan dan forum kajian di Jombang, dulu pernah menghadirkannya dalam kajian tentang pemikiran Ali Syari’ati. Pemikiran yang sangat digandrungi para mahasiswa saat itu. Mereka merindukan gerakan alternatif mungkin karena kebuntuan-nya dalam menghadapi “represivitas” Orde Baru. Kang Jalal menyuntikkan semangat khusus, “virus” spiritualitas, di tengah dahaganya gerakan aksi mahasiswa yang seringkali hanya bermodalkan spanduk, pers release, dan kadang “caci maki” situlah, untuk pertama kalinya, saya bertemu dan berbincang cukup lama. Kang Jalal sangat santun dan bersahaja. Saya waktu itu baru berumur 23 tahun, sementara Kang Jalal sudah 45 tahun. Jarak yang cukup jauh, tak membatasi keakraban kami. Sikap “ngemong”-nya bagi saya luar biasa. Keramahannya, mau menjadi pendengar yang baik, dan friendly, itulah akhlaq yang harus kita yang sejak lahir memang NU, saat itu sudah aktif di PMII, tentu sangat mengagumi Gus Dur. Bahkan kemudian kawan-kawan sering menyebut saya Gusdurian. Di situlah kemudian saya “menyambungkan-diri” dengan Kang Jalal. Ternyata efektif. Mungkin karena dia juga ahli komunikasi, pertemuan saat itu menjadi sangat komunikatif. Tak ada jarak, meskipun saat itu Kang Jalal terbilang sudah menjadi cendekiawan ternyata, baru saya ketahui belakangan ini, menurut pengakuan Kang Jalal sendiri, dia lahir dan dibesarkan di lingkungan NU. Hanya kemudian, setelah pindah ke kota, kuliah di Bandung, dia lebih aktif di Muhammadiyah. Dengan demikian, hemat saya, Kang Jalal adalah NU yang Muhammadiyah atau sebaliknya, sebutan yang nge-trend Muhammad Gus DurTeman saya, Wakil Katib Syuriyah PBNU Sa’dullah Afandi, berbagi cerita kenangan. Saat itu, tepatnya pada 1997, dia ditugaskan redaktur Warta NU untuk wawancara khusus dengan Kang Jalal di Bandung. Seusai wawancara, dia memberanikan diri bertanya secara pribadi. “Kang, kenapa Anda seorang Muhammadiyah koq hijrah’ ke Syiah?” Demikian Jalal pun kemudian membuka cerita. Bahwa dia—yang saat itu sudah menjadi mubaligh yang punya nama di Muhammadiyah—telah bertahun-tahun mengisi pengajian bulanan di RS Yarsi Jakarta. Tentu kajian tentang Ke-Muhammadiyah-an yang selalu ketika pendiri RS tersebut meninggal, dia diundang pengajian yang jamaahnya sebagian besar ibu-ibu tersebut, ternyata ada tahlilan juga. “Wah, saya telah gagal me-Muhammadiyah-kan jamaah pengajian ini.” Gumam Kang Jalal saat itu. Bingung, kaget, juga pengajian Yarsi itu, mayoritas adalah pendatang dari Jawa yang sudah terbiasa dengan tradisi tahlilan di daerah asalnya. Menurut Kang Jalal, mereka sudah tak berpikir lagi bahwa amalan tersebut sebagai perbuatan bid’ah, tetapi justru menjadi bagian dari kearifan lokal yang sudah turun-temurun dilakukan untuk mendoakan orang yang sudah Jalal pun akhirnya “curhat” tentang kekecewaannya itu kepada Gus Dur. Seperti biasa, Presiden ke-4 RI itu hanya tertawa. Bukannya mengajak kembali ke NU, tapi justru merekomendasikan putra Kang Jalal untuk belajar Syiah ke Iran, ketika dia meminta rekomendasi Gus Dur—yang saat itu sebagai Ketua Umum PBNU—untuk beasiswa putranya cukup disitu, Gus Dur bahkan juga mengantar Kang Jalal dan putranya ke Iran, menitipkan langsung kepada ulama Syiah di menarik adalah cerita tentang obrolan Kang Jalal dengan Gus Dur, dalam perjalanan pulang dari Iran.“Gus, kenapa anak saya harus belajar ke Iran?”“Gini Kang, sampean kan kecewa menjadi mubaligh Muhammadiyah yang gak direken jamaah yang sudah puluhan tahun sampean bina. Mending sampean belajar Islam Syiah saja.”Iklan “Kenapa gak diajak ke NU saja, Gus?”“Di NU itu sudah banyak kiai yang alim dan pinter kitab kuning. Sampean nanti paling cuma jadi santri, jadi jamaah mereka. Tapi kalau di Syiah, sampean pasti jadi tokoh.”Kang Jalal kaget. Gus Dur hanya terkekeh. Akhirnya, mereka pun tertawa Dewan Syura Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia IJABI Jalaluddin Rakhmat kanan didampingi Ketua Majelis Ukhuwah Sunni-Syiah Indonesia Muhsin Daud Poliraja kiri memberikan keterangan terkait dengan penyerangan pesantren Syiah di sampang beberapa waktu lalu, Jakarta, Sabtu, 31 Desember 2011. ANTARA/M Agung RajasaSejak itulah, Kang Jalal sering diundang ke Iran, mengikuti kegiatan dan pertemuan internasional di negeri Persia tersebut. Kemudian, dia pun menjadi tokoh utama Syiah Indonesia, dengan mendirikan IJABI Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia.Kang Jalal tak memungkiri, itu semua adalah “berkah” Gus Dur, yang telah membuka jalan ke Iran. “Jadi, kenapa saya Syiah? Gus Dur lah yang harus bertanggungjawab, karena saya di-Syiah-kan oleh Gus Dur.” Demikian PersaudaraanSaya tak tahu pasti kebenaran cerita tersebut. Tapi saya meyakini bahwa hal itu benar adanya. Karena bagaimanapun, tokoh-tokoh yang kita kagumi itu adalah pribadi yang jujur dan terbuka. Kalau demikian, menurut saya, betapapun hebatnya Kang Jalal sebagai tokoh Syiah selama ini, dia ternyata masih menyandarkan kepada Gus saya, itu sah-sah saja. Gus Dur adalah tokoh besar. Terlebih saat itu, sebagai Ketua Umum PBNU, Gus Dur memang harus mengayomi “umat”, dari mana pun asalnya. Sebagai seorang pluralis, Gus Dur harus pula membuka jalan “kebenaran” untuk siapa saja yang mau dengan tulus dan konsiten muslim dan Ketua Dewan Syuro Ikatan Jamaah Ahlulbait Indonesia IJABI, Jalaludin Rakhmat berpose dengan sampul buku karyanya berjudul “Life After Death - The Ultimate Journey” yang diluncurkan 29 Agustus 2012. TEMPO/Praga UtamaBegitu pula Kang Jalal. Dengan kejujurannya itu, dapat dipastikan, dia bukanlah penganut Syiah yang eksklusif. Dia bukanlah bagian dari penganut “paham yang salah”, yang hanya suka dan terbiasa menyalahkan mereka yang tidak se'alim Kang Jalal, tentulah juga sangat memahami NU. Terlebih, dia memang lahir dan dibesarkan di lingkungan nahdliyin. Saya yakin, kapasitas ke-NU-annya tak sekadar formal dan ritual, apalagi simbolik semata. Kang Jalal adalah pecinta ilmu, pembaca yang sempurna, tentu dapat dipastikan dia sangat memahami Khittah dan prinsip ajaran Hadlratus-Syaikh KH Hasyim Asy'ari paling fundamental di antara ajaran Bapak pendiri NU itu, sebagaimana termaktub dalam Qanun Asasi 1926, adalah“Persatuan, ikatan batin satu dengan yang lain, saling bantu menangani satu perkara dan se-iya sekata, merupakan penyebab kebahagiaan yang terpenting dan menjadi faktor paling kuat untuk menciptakan persaudaraan dan kasih sayang.”Dalam konteks itulah, saya juga memahami pemikiran Kang Jalal selama ini. Berikut sikap, tindakan, dan laku hidupnya. Terutama yang berkaitan dengan komitmen dalam mewujudkan persaudaraan sesama, dengan landasan cinta yang senantiasa digelorakannya. Baik cinta sesama muslim, sesama warga bangsa, maupun sesama umat manusia. Dalam hal ini, dia sering mengutip salah satu pesan utama Imam Ali bin Abi Thalib “Manusia itu ada dua golongan, yaitu golongan yang bersaudara dalam satu agama, dan golongan yang bersaudara sesama ciptaan Tuhan.”Inti ajaran itulah yang melandasi gerakan Kang Jalal. Yakni, cinta persaudaraan. Tak hanya berhenti di situ, dia telah berikhtiar nyata selama ini, mewujudkan persaudaraan atas dasar cinta dan kasih sayang. Karena di sinilah sejatinya esensi dari prinsip ajaran Islam rahmatan lil amin.

Yangdipuji ahlul bait, keluarga Rasul,” tambah Gus Baha sambil menyontohkan sejumlah hadits yang menyertainya. “Semua ulama mengakui kalau Diba’ itu Syiah. Cuma Syi’ah Zaidiyah. Tapi (tetap) Syi’ah,” tegas Gus Baha. Mufti Asy-Syafi’iyyah. Penjelasan Gus Baha ini disanggah keras oleh KH Luthfi Bashori Alwi (Gus Luthfi).

Ustadz Idrus Ramli, dalam sebuah video ketika ditanya seorang jamaah di majelis, menyinggung Habib Quraish Shihab sebagai tokoh yang tidak layak disebut sebagai pakar tafsir. Menurut informasi yang beliau terima, tim Habib Quraish inilah yang menyusun tafsir Al-Misbah?. Dan tim ini jumlahnya banyak!Tak hanya meragukan kepakaran Habib Quraish, beliau pun menyinggung bagaimana anak-anak Habib Quraish yang “tidak taat” pada agama, dan dari sana pola pikir Habib Quraish mengarah pada ketidakwajiban jilbab–seperti yang ditunjukkan Najwa di keluarga Habib Quraish yang condong kepada Syiah, sehingga Ustaz Idrus menilai Habib Quraish ini condong pula pada demikian?“Mungkin dapat duit dari Syiah. Syiah, kan, banyak duitnya.” kata Ustaz Idrus kalau uangnya Syiah itu banyak, kenapa kasus-kasus persekusi yang dialami warga Syiah di Indonesia tidak kunjung selesai? Bahkan masih ada yang terlantar, tidak mendapat kejelasan bisa pulang ke rumah atau tidak?Dari sekian banyak masjid di Indonesia, berapa banyak masjid Syiah? Apakah semudah orang Sunni mendirikan masjid?Tidak hanya orang Kristen yang susah mendirikan gereja karena alasan IMB, lho. Tapi Syiah juga selain Najwa Shihab, putri Habib Quraish ada Najeela Shihab dan Nahla Shihab yang berjilbab. Istrinya, Hubabah Fatmawati Asegaf pun Najwa Shihab, hanya adiknya yang bernama Ahmad Syihab tidak dia, kan rejal laki-laki.Lantas, bagaimana Ustaz Idrus menilai kedua anak perempuan Habib Quraish dan istri beliau yang berjilbab semua? Apa karena Najwa Shihab tidak berjilbab–demikian juga Ahmad Syihab, lantas beliau bisa menilai bagaimana ijtihad Habib Quraish sekonyong-koyong begitu?!Ketiga, memang ada keluarga Shihab yang Syiah di Sulawesi Selatan, tempat kelahiran Habib Quraish. Warga Sulsel juga ada yang Syiah. Tapi memang tidak bisa disensus jumlahnya boleh Anda cek, bagaimana Syiah begitu mendapatkan diskriminasi di benar uang Syiah itu banyak, tapi lihatlah sampai sekarang penolakan dan diskriminasi yang diterima Syiah di Sulses dan provinsi lain juga tak kalah banyak. Dan, mereka Syiah lebih sering kalah daripada memenangi penolakan & mungkin mazhab Islam yang menurut Ustadz Idrus sangat kaya sehingga mampu menyuap, bisa seketeteran ini menyejahterakan umatnya yang mendapat perlakuan buruk?!Keempat, kalau Habib Quraish dapat duit dari Syiah, sudah berapa orang yang jadi Syiah karena Habib Quraish? Atau, sudah berapa orang yang pindah mazhab Syiah karena Habib Quraish? Siapa yang tiba-tiba mengganti “Al-khalifatul Awwal Abu Bakr Al-Shiddiq” dengan “Ya Hasan, Ya Husain!!!”?Tapi sebelum ke sana, isu “misionaris Syiah” yang mendapat aliran dana dari Iran sudah ada sejak dulu. Bahkan Gus Dur pun pernah diterpa isu yang sama. Hanyasaja, sampai sekarang tidak ada yang bisa membuktikan kecuali desas-desus yang tidak bisa dikonfirmasi baiknya pembuktian dihadirkan terlebih dahulu sebelum ada vonis, kan?!Menginsinuasi seseorang dengan kedok kalimat ambigu “mungkin beliau mendapat uang dari Syiah” adalah vonis juga. Mau pakai kedok “mungkin” ini, kan, kepengecutan, kan?!Maunya menuduh, tapi pingin saya sudah baca buku Habib Quraish tentang Syiah, begitupun radd santri Sidogiri tentang buku itu. Saya menangkap kedua buku ini sangat bagus untuk membangun literatur turats. Bisa kapan lagi ada diskursus sespesifik ini, kan?Yang menjadi keberatan saya hanya satu buku dari Sidogiri terlalu bias. Bahkan bias sejak bab pertama. Bagi orang yang sudah berkesimpulan “Syiah sesat dan tidak mungkin bergandengan tangan dengan Sunni”, tentu saja mencari-mencari alasan untuk sampai pada kesimpulan itu. Bias seperti ini tidaklah baik untuk tentu saja tidak merasakan bagaimana ulama Timur-Tengah sampai mati-matian membikin perdamaian antara Sunni-Syiah pasca keributan di Suriah, Libya, Afganistan, dan yang tidak pernah merasakan bagaimana pahitnya peperangan, tentu saja tidak bisa mengerti bagaimana susahnya mencari perdamaian. Dan di buku tersebut saya tidak menemukan ruh yang saya tidak mengenal Habib Quraish secara personal, namun saya mengenal Gus Ghofur Maimoen Azhari dan Gus Baha Nursalim guru undangan di pondok Habib Quraish. Saya mencukupkan testimoni Gus Ghofur Maimoen dan Gus Baha dalam menyebutkan kepakaran Habib kedua nama besar itu tidak lebih dipercaya daripada informan Ustadz Idrus Ramli, ya, saya tidak bisa memaksa. Kecuali Ustadz Idrus membuktikannya sendiri, saya ya di video itu nampak sekali kalau Ustadz Idrus hanya dapat informasi yang konon dari timnya Habib Quraish. Siapa informan itu? Wallahu a’lam!Ketujuh, seminggu ini di linimasa Twitter lagi marak insinuasi Syiah, setelah dua tahun lebih tidak ada apa-apa. Dimulai dari Husein Ja’far Alhadar, kemudian merembet ke Habib hal yang muncul secara tiba-tiba, saya tentu berhak curiga“Kenapa isu Syiah kembali muncul setelah mati suri dua tahun sebelumnya? Ada apa?!”Kedelapan, lebaran sebentar lagi. Tapi kabar sarung BHS belum ada sampai ke rumah saya, nih. Kawan-kawan yang jadi DPRD di Tamansari dan lainnya pada ke mana, sih? AbdurrahmanWahid. (Foto: Instagram @khofifah.ip). - Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa dikenal dekat dengan KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Kedekatan keduanya seakan tidak ada jarak, seperti sebuah foto yang diunggah Khofifah Indar Parawansa di Instagram-nya. › Opini›Gus Dur, Gus Yahya, dan Fikih ... Fikih siyasah peradaban telah memancing kembali suatu pemikiran teologi yang mendasar dalam Islam, yaitu posisi manusia setara di depan manusia lain dan hukum, bukan hanya di depan Tuhan. HERYUNANTOIlustrasiSejak meninggalnya Gus Dur di akhir Desember 13 tahun yang lalu 30 Desember 2009, tahun-tahun berikutnya, sebulan sebelum dan sesudah Desember selalu ramai dengan haul Gus Dur secara berkesinambungan oleh berbagai komunitas, bukan hanya NU dan pesantren, melainkan juga kelompok agama-agama, kepercayaan lokal, kesenian, dan Dur memang memberikan inspirasi yang sangat dalam bagi para pemeluk agama-agama dan kepercayaan dalam membangun dialog dan harmoni. Ramainya haul Gus Dur selama tiga bulan tersebut tidak pelak menandai rindu masyarakat akan dialog dan harmoni tersebut yang lengket dengan ketokohan Gus Dur. Agar kita tidak hanya mengingat dan berharap melainkan mengembangkan dan mempertajam lebih jauh kiprah yang telah dilakukan Gus Dur, ada baiknya kita melihat lebih dalam apa yang dilakukan oleh PBNU di bawah KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya saat ini. Gus Yahya menyatakan sebagai pelanjut Gus Dur, termasuk dalam memperkokoh kesetaraan manusia dan warga negara yang berbasis pada agama atau teologi juga Gus Dur dan Problem Bangsa KitaGus Dur telah membangun fondasi keislaman bagi nasionalisme, kesetaraan manusia, dan kewargangaraan Indonesia meskipun harus berhadapn dengan rezim keyakinan dan kekuasaan yang kukuh yang ditopang oleh basis teologi Islam yang mapan. Hingga kini sebagian, jika tidak sebagian besar, imajinasi umat Islam yang tertanam adalah suatu ”kawin paksa” antara negara-bangsa yang menuntut kesetaraan mutlak di antara warga negara dengan parokialisme-keumatan yang mengedepankan identitas keagamaan tertentu. Sebagian, jika tidak sebagian besar, negara-negara di Asia dan Afrika yang memiliki basis kuat agama masih melandaskan pada parokialisme agama mungkin pengecualian, setidaknya secara konstitusional dan formal. Negara yang tidak mengidentikkan diri dengan agama dan etnis mayoritas ataupun minoritas tertentu dalam konstitusi dan filosofi Pancasila serta semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Masalahnya, apakah hal itu sudah menjadi kesadaran bersama bagi seluruh warga bangsa dan kelompok agama-agama serta diimplementasikan dalam kenyataan dan kebijakan publik pemerintah?DIDIE SWIlustrasi Gus DurPilihan politikKata moderasi, harmoni, toleransi, dan wasatiyah dalam pespektif ini sesungguhnya cara menghindari tabrakan secara langsung dalam ”kawin paksa” tersebut untuk tidak menjadi aktual namun tidak menyelesaikannya. Kata-kata tersebut juga mengandung pemakluman dan basa-basi terhadap ide-ide dasar akan diskriminasi dan kokohnya identitas agama dalam politik bagi kelompok tertentu. Kata-kata itu, bagi Gus Yahya, misalnya, belum menunjukkan pilihan politik yang jelas atas paham agama tentang kesetaraan mutlak begi kemanusiaan dan politik dalam beragama itulah tampaknya yang hendak disasar oleh Gus Yahya dalam kiprah lebih lanjut tentang hubungan dan dialog antaragama. Dengan kata lain, kemanusiaan dan kewarganegaraan harus menjadi dasar bagi pengembangan ide-ide keagamaan Islam kini dan ke depan, atau beliau menamakannya, fikih siyasah dan kewarganegaraan harus menjadi dasar bagi pengembangan ide-ide keagamaan Islam kini dan ke depan, atau beliau menamakannya, fikih siyasah demikian, fikih siyasah peradaban hendak menuntaskan konsep mendasar Islam tentang kemanusiaan dan kewarganegaraan tersebut, lepas dari pengembangan metodologi kajian dan praktik Islam apapun, kemanusian dan kewarganegaraan harus menjadi landasan utama. Dengan kata lain, seluruh pergulatan dan proses pemikrian dan praktik fikih harus dilandasarkan kepada hamparan kenyataan akan tuntutan kesetaraan sudut tertentu yang paling mendasar, Gus Yahya hendak membawa kembali gerbong fikih sebagai pengetahuan knowledge yang luas ke dalam belantara keilmuan mutakhir serta benturan kekinian dalam situasi nyata tentang pergolakan dan menguatnya sentimen keagamaan, polarisasi sosial, serta identitas keagamaan yang sering menjadi senjata politik dalam konflik dan perang. Kemudian, menjadikannya jalan dan muktamar fikih peradabanLebih dari itu, dari kegiatan Forum Agama G20 R20 yang diinisiasi oleh PBNU bekerja sama dengan Rabithah Alam Islamy, sebuah pertemuan para agamawan secara global di awal November lalu, telah didorong terjadinya semacam konsensus global agama-agama tentang penghapusan doktrin-doktrin setiap agama yang selama ini menjadi acuan dan landasan bagi maraknya sentimen agama, polarisasi sosial, dan menguatnya identitas politik yang berlebihan. Selanjutnya di puncak acara peringatan satu abad NU di awal Feburari tahun depan hendak dikukuhkan melalui pertemuan yang juga bersifat internasional antar para ulama Islam, yaitu muktamar fikih bagian dari peta jalan roadmapperubahan tersebut, muktamar fikih peradaban dipersiapkan secara cukup matang didahului dengan penyelenggaraan berbagai halaqoh seminar di pesantren-pesantren di seluruh Indonesia. Sejak Agustus 2022 hingga Januari 2023 diselenggarakan sebanyak 250 kali dengan 150-200 peserta setiap halaqoh dari Sabang hingga Meraoke. Ada empat topik yang dibahas dalam halaqoh tersebut, yaitu fikih siyasah negara-bangsa, fikih kewarganegaraan, fikih minoritas, dan fikih tata dunia juga Fikih Moderasi BeragamaMutamar fikih peradaban akan menjadi ajang terbangunnya semacam konsensus baru bagi masyarakat Muslim dunia tentang suatu tata dunia baru yang berintikan kesetaraan mutlak bagi manusia dan warga negara yang didasarkan kepada teologi atau fikih Islam. Meskipun masih harus dikonseptualisasikan lebih lanjut tentang dua konsensus tersebut, jika dilihat dari visi dan motiviasi KH Yahya Cholil Staquf, Ketua Umum PBNU, penggagas kedua hajatan global tersebut, akan berujung kepada penghapusan dan menghentian penggunaan doktrin-doktrin utama agama-agama bukan hanya Islam yang selama ini menjadi basis bagi terbangunnya identitas politik dan kekuasaan yang mengundang ketegangan dan perang. Sisi lain dari tata dunia baru, dengan kata lain, adalah menjadikan agama sebagai landasan bagi kesetaraan manusia dan warga negara ini sekaligus menjawab kritik dari para ilmuwan dan filosof modern terhadap Islam terutama Aswaja yang dianggap telah berhenti pemikiran teologi pasca Imam Asy’ari sebagai penengah antara Muktazilah yang berbasis akal dan Jabariyah yang berbasis naql atau dalil teks suci. Fikih siyasah peradaban telah memancing kembali suatu pemikiran teologi yang mendasar dalam Islam, yaitu posisi manusia setara di depan manusia lain dan hukum, bukan hanya di depan Tuhan. Suatu pencarian baru konsep dan praktik keadilan global serta sumbangan Islam atasnya. Tidak mudah bukan?Ahmad Suaedy, Dekan Fakultas Islam Nusantara, Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia, JakartaDOKUMENTASI PRIBADIAhmad Suaedy .
  • 108ehy4fk5.pages.dev/366
  • 108ehy4fk5.pages.dev/352
  • 108ehy4fk5.pages.dev/65
  • 108ehy4fk5.pages.dev/245
  • 108ehy4fk5.pages.dev/248
  • 108ehy4fk5.pages.dev/131
  • 108ehy4fk5.pages.dev/290
  • 108ehy4fk5.pages.dev/378
  • 108ehy4fk5.pages.dev/349
  • gus dur tentang syiah